27/12/2009

ARENA DOWNLOAD



PES 2010
Sung

PES 2010
Sung

MOBILE WINRAR
Sung


PLEEX
Sung


OM4 KENANGAN



OM4 KENANGAN,sebenarnya dibuat untuk pribadi saja antara saya dan seseorang disana.

Tapi karena sesuatu yang tidak terduga sebelumnya,aplikasi ini jadi terbengkalai alias hanya saya sendiri yang menggunakannya.

Barangkali ada yang ingin menggunakan,atau hanya sekedar ingin tahu, DOWNLOAD DISINI


note: tidak jauh beda dengan operamini 4 lainya, dan tidak selalu dapat terpasang pada tiap HP



Download file lainya dibawah ini:


UCWEB_7.1
Sung



OPERA MINIKU
omniku


Download




REAL FOOTBALL 2008 3D
rfb

Download


MOTO GP 2009 3D

motOGP


Download


UCWEB
Sung

BINGO BLASTER
Sung


BUBBLE DROP
Sung

AGENT DOWN
Sung


SUPER BLUE HACK
sung


BOLT
Sung



OPMIN 5 BETA
ombeta


MOBILE WINZIP
sung


KAMUS
xxx




Sori,kakang gak sempat kasih penjelesan satu per satu dari file-file diatas.
Untuk download file yang lain, Klik disini



readmore

18/12/2009

SUKSES

Kesuksesan itu harus diraih oleh kita sendiri
Dimulai dari yang kecil, dari kita yg tidak tau, dari kita yang tidak mengerti
Jangan pernah merasa putus asa dan menyerah karena kesuksesan itu dimulai dari kita merasa lelah, letih dan sakitnya dahulu
Jika sekarang kita jalan kaki menuju tempat kerja, tetaplah semangat.
Tuhan sedang menguji kita
Dia akan terus menguji umatnya yang ingin meraih kesuksesan dengan segenap hatinya
Karena untuk meraih kesuksesan diperlukan kemantapan hati yang benar-benar kuat.
Manfaatkanlah peluang sekecil apapun untuk meraih kesuksesanmu
Biarkan sinar matahari membuatmu panas, biarkan hujan membuatmu basah dan kedinginan, biarkan jalan membuatmu lelah dan letih.
Ambil hikmah dari semuanya
Jangan iri dengan kesuksesan orang
Jangan benci siapapun karena kesuksesanya, tapi belajarlah dari dirinya dan kesuksesanya
Ayo.. Wujudkan semua yang kita mau selagi kita bisa dan mampu !
Semangatlah dalam bekerja agar kesuksesan datang kepada kita.
Berdoa terus minta kepada Tuhan akan perlindungan dan bimbingan-NYA.
Bila sukses nanti janganlah kita melupakan-NYA,serta orang-orang yang telah membantu kita dalam meraih kesuksesan itu, baik bantuan dari dalam ataupun luar..
Semangat. . . . 


written by hen




readmore

PEMBERITAHUAN DAN PERMOHONAN MAAF

MOHON MAAF UNTUK POSTING EDIT TEMPLATE DENGAN HP dan POSTING LEWAT EMAIL DENGAN HP KARENA TIDAK ADANYA PEMBERITAHUN SEBELUMNYA MENGENAI HEMAT DENGAN OPERAMINI INDOSAT GRATIS.
DIMANA PADA SAAT INI,ENTAH KARENA APA SAYA SENDIRI TIDAK TAHU, APLIKASI TERSEBUT SUDAH TIDAK LAGI DAPAT DIGUNAKAN UNTUK BROWSERGRETZ.

readmore

16/12/2009

EDIT TEMPLATE DENGAN HP

Kali ini saya akan berbagi pengalaman tentang bagaimana kita dapat mengedit dan mengutak-utik sebuah template blog dengan menggunakan HP.
Cara ini memang mungkin terbilang cukup merepotkan jika kita tidak tekun dan teliti,apalagi jika jumlah karakter teks yang tersedia di HP hanya sedikit saja. Tapi asalkan kita tekun dan bisa menikmati,ini akan menjadi suatu yang mengasyikan.

Seperti halnya posting lewat email,untuk hemat dan efektif dalam mengedit template pun kita akan menggunakan Operamini 4.1 indosat gratis(download) dan Operamini modif 3.1.1.
Bagaimana caranya?
Langkah-langkanya cukup sederhana.

  • download template lengkap dengan opmin 4.1.
  • edit template XML tersebut dengan opmin 3.1.1.
    Caranya adalah, Buka menu=>menuju=>file manager=>cari dan pilih file template dalam folder yang akan di edit, kemudian tekan buka=>text/WIN=>menu=>edit=>mulailah berkreasi.
  • setelah selesai dan tersimpan,tutup opmin 3.1.1 dan jalankan opmin 4.1 untuk menguplodnya kembali.

Selesai upload,lihat hasilnya..
Untuk download opera mini,silahkan baca dan cari di disini.

Berikutnya,bagaimana jika kita download template dari situs lain,yang biasanya dikemas dalam file zip?
Jika template tersebut masih dalam bentuk zip,maka yang pertama harus kita lakukan adalah mengekstrak file tersebut.
Untuk hal ini kita harus menginstal dulu aplikasi Winzip.jar untuk HP,Download disini.
Cara menjalankanya adalah, buka aplikasi=>pilih open archive=>cari dan pilih template ZIPnya. Lalu tekan OK atau tombol 5=>option=>select all=>option=>extract. Lalu pilih dan tentukan folder,atau bisa juga buat folder baru (tekan option=>new folder=>isikan nama folder=>OK) untuk menyimpan file hasil extract.
Setelah itu maka,template zip telah menjadi beberapa bagian dengan format yang berbeda-beda,dan salah satunya adalah template.xml yang akan kita gunakan untuk blog kita.
Setelah selesai mengekstrak,mengedit template sudah bisa dilakukan dengan kembali menggunakan opmin 3.1.1 seperti yang sudah dijelaskan diatas.

Catatan:

  • Winzip.jar juga dapat digunakan untuk edit nama/icon aplikasi.
  • Hanya dapat berjalan di HP tertentu saja.

Mohon maaf atas kurang baiknya bahasa penyampaian saya dan terimakasih telah berkunjung.

readmore

14/12/2009

BERITA DAN JADWAL BIOSKOP JAKARTA


BERITA DAN JADWAL BIOSKOP JAKARTA



Hari minggu bingung mau apa,iseng-iseng belajar buat table dengan HTML. (kok gak nyambung sama judul,xexe..)
Mengedit dan menambahkan tabel BERITA yang ada di sidebar.
Dengan kode sumber seperti ini,







readmore

12/12/2009

POSTING LEWAT EMAIL DENGAN HP

opmin
Sebagai blogger pemula yang sebenarnya masih banyak membutuhkan bimbingan dari para senior,terus terang ada perasaan minder dengan apa yang akan saya tulis dibawah ini.
Tapi tidak mengapa lah, sekedar berbagi tips dan mungkin akan ada manfaatnya untuk para pemula seperti saya.
Untuk sekedar dapat memiliki sebuah blog,ternyata tidaklah terlalu susah cara membuatnya dan tidak harus dengan menggunakan browser PC,karena dengan browser HP pun ternyata kita dapat dengan mudah untuk sekedar dapat membuatnya,meskipun tentunya tidak akan bisa maksimal seperti kalau menggunakan browser PC.
Mulai dari SIGN UP,Pengaturan profil,posting artikel ataupun edit template dan juga yang lainya,kita bisa mengutak-utiknya dengan HP.
Dan tentunya juga dengan bantuan beberapa aplikasi yang diperlukan.

Berikut ini saya akan jelaskan bagaimana posting artikel lewat HP berdasarkan pengalaman saya, hemat dan efektif. Terutama untuk yang berkantong tipis dan hanya memiliki HP dengan sedikit kapasitas karakter dalam input teks. Seperti punya saya neh,450 duang capedeeh...
Untuk kalian yang biasa browser dengan HP,saya yakin Operamini tentunya bukan lah barang baru lagi. Namun sebaiknya jika anda belum memiliki,terlebih dahulu silahkan download Operamini untuk browser gratis (indosat) disini.
Catatan:
Operamini gratis yang saya maksud,telah teruji berjalan dengan baik (gratis) tidak pada semua jenis dan type HP. Dari yang pernah saya coba,untuk sony ericsson selalu berhasil. sementara untuk nokia,hanya pada beberapa type HP dengan system operasi symbian saja.(lebih jelasnya,silahkan coba-coba sendiri saja).
Selain operamini gratis,ada juga operamini 3.1.2 modif.
Dengan operamini 3.1.2 modif, nantinya akan kita pergunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan edit/input teks. Jika belum punya,silahkan baca dulu dan cari disini untuk download.
Setelah terinstal dua versi opmin tersebut diatas,teruskan baca dan simak baik-baik !
Untuk posting,bisa dengan cara langsung masuk ke dashbor lalu pilih entri baru, atau bisa juga dengan cara posting lewat email.
Namun untuk supaya dapat berhemat dan efektif, sebaiknya gunakan cara posting via email. Untuk mengaktifkan email posting(gunakan browser operamini indosat gratis), buka dashbor,lalu klik ikonpelanglangmaya yang terletak di sebelah kiri sebelum judul blog anda,dan lalu tentukan sendiri alamat email untuk posting anda. Untuk lebih jelasnya,saya yakin anda bisa pelajari sendiri.
Kemudian setelah semua pengaturan selesai,tutup operamini 4.1, lalu jalankan operamini 3.1.1. dan mulailah untuk membuat sebuah posting.
Kenapa harus dengan operamini mod 3.1.1?
Dengan operamini mod 3.1.1, kita akan membuat sebuah postingan dalam bentuk file baru dengan format (.txt).
Dan juga kita tidak perlu khawatir akan keterbatasan karakter yang tersedia pada HP.
Sebelum memulai sebaiknya cek pengaturan teksnya.
Tekan menu=>opsi=>pengaturan=>teks. Pada kotak pilihan teks field,pilih nilai yang paling tinggi. Lalu pada pilihan teks block,pilih nilai satu tingkat lebih rendah dari teks field,kemudian simpan.
Setelah pengaturan tersimpan,kembali buka menu=>menuju=>file manager,lalu pilih folder untuk menyimpan file .txt yang akan kita buat,atau bisa juga kita membuat folder baru sebelum membuat file baru. Setelah pada folder yang dituju,buka menu=>operations=>file baru, lalu beri nama file baru tersebut dengan akhiran .txt (contoh: posting.txt). Setelah itu buka file baru tersebut dengan tekan menu=>buka=>teks/UTF. Lalu tekan pilihan=>edit=>teks/semua.
Selanjutnya,silahkan tulis artikelnya hingga selesai dan simpan.
Setelah file tersimpan,tutup opmin 3.1.1 dan jalankan opmin 4.1-nya.
Buka akun email anda,dan kirimkan file .txt yang telah dibuat ke alamat email posting blog anda. Isi subject adalah akan menjadi judul dari posting email anda. Terakhir,silahkan buka blog dan lihat hasilnya.
Perlu diketahui pada saat sedang mengetik/edit teks dengan opmin 3.1.1. usahakan dalam beberapa waktu sekali untuk menekan tombol OK. Hal ini diperlukan untuk mengecek tulisan dan juga untuk menjaga kemungkinan akan hilangnya teks yang telah di input karena adanya call/sms yang masuk saat kita sedang mengetik.
Gimana,cukup jelas apa masih bingung?

Dengan ketiadaan bakat dalam hal menulis,dan didukung dengan faktos suasana hati yang sedang kalut,kakangsung minta maaf jika postingan ini susah dipahami dan dimengerti


Kalo tidak ada halangan,insyaallah nanti saya akan bahas tentang edit template via HP.



readmore

08/12/2009

UNDANG-UNDAN KETENAGAKERJAAN NO 25 TAHUN 1997

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

  1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
  2. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
  3. Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
  4. Pengusaha adalah :
    1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
    2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
    3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
  5. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara.
  6. Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
  7. Hubungan kerja sektor formal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pengusaha dan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang mengandung adanya unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
  8. Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
  9. Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan industrial yang berdasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dan yang tumbuh serta berkembang di atas kepribadian bengsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
  10. Serikat pekerja adalah organisasi pekerja yang bersifat mandiri, demokratis, bebas, dan bertanggung jawab yang dibentuk dari, oleh, untuk, pekerja guna memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya.
  11. Gabungan serikat pekerja adalah beberapa serikat pekerja yang tergabung atas dasar lapangan pekerjaan.
  12. Lembaran Kerjasama Bipartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang masalah hubungan industrial di perusahaan yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja.
  13. Lembaga Kerjasama Tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah, dalam rangka hubungan industrial, yang anggotanya terdiri dari unsur pengusaha, pekerja, dan pemerintah.
  14. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
  15. Kesepakatan kerja bersama adalah kesepakatan hasil perundingan yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak.
  16. Perselisihan industrial adalah perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan syarat-syarat kerja, pelaksanaan norma kerja, hubungan kerja, dan/atau kondisi kerja.
  17. Mogok kerja adalah tindakan pekerja secara bersama-sama menghentikan atau memperlambat pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan penyelesaian perselisihan industrial yang dilakukan, agar pengusaha memenuhi tuntutan pekerja.
  18. Penutupan perusahaan (lock-out) adalah tindakan pengusaha menghentikan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan sebagai akibat penyelesaian perselisihan industrial yang tidak mencapai kesepakatan, supaya pekerja tidak mengajukan tuntutan yang melampaui kemampuan perusahaan.
  19. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha.
  20. Anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.
  21. Orang muda adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur 15(lima belas) tahun atau lebih dan kurang dari 18 (delapan belas) tahun.
  22. Waktu kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan pada siang hari dan/atau malam hari.
    • Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00sampai pukul 18.00.
    • Malam hari adalah waktu antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00.
    • Seminggu adalah waktu selama 7 hari.
  23. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.
  24. Kesejahteraan pekerja adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik selama maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung dan tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja.
  25. Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
  26. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan ketrampilan atau keahlian, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan, baik di sektor formal maupun di sektor informal.
  27. Pemagangan adalah bagian dari sitem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman, dalam proses produksi barang atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
  28. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pengguna tenaga kerja supaya tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, serta pengguna tenaga kerja memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan.
  29. Tenaga kerja warga negara asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
  30. Pembinaan adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan diarahkan untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
  31. Usaha sektor informal adalah kegiatan orang perseorangan atau keluarga, atau beberapa orang yang melaksanakan usaha bersama untuk melakukan kegiatan ekonomi atas dasar kepercayaan dan kesepakatan, dan tidak berbadan hukum.
  32. Pekerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja sektor informal dengan menerima upah dan/atau imbalan.
  33. Hubungan kerja sektor informal adalah hubungan kerja yang terjalin antara pekerja dan orang perserorangan atau beberapa orang yang melakukan usaha bersama yang tidak berbadan hukum atas dasar saling percaya dan sepakat dengan menerima upah dan/atau imbalan atau bagi hasil.
  34. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
  35. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.






Bab berikutnya

readmore

BAB II

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2

Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3

Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas dasar keterpaduan dan kemitraan.

Pasal 4

Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan :
  1. memperdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal;
  2. menciptakan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional;
  3. memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;
  4. meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.






Bab berikutnya

readmore

BAB III

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN SAMA

Pasal 5

Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi kepada setiap tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan.

Pasal 6

Pengusaha wajib memberikan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi kepada pekerja.






Bab berikutnya

readmore

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB IV

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB IV PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN

Pasal 7

  1. Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, Pemerintah menyusun dan menetapkan perencanaan tenaga kerja.
  2. Perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan sebagai dasar dan acuan dalam menyusun kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.

Pasal 8

  1. Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi ketenagakerjaan.
  2. Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi :
    1. penduduk dan tenaga kerja;
    2. kesempatan kerja;
    3. pelatihan kerja;
    4. produktivitas tenaga kerja;
    5. hubungan industrial;
    6. kondisi lingkungan kerja;
    7. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
  3. Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diperoleh dari semua pihak yang terkait, baik instansi pemerintah maupun instansi swasta.

Pasal 9

Tata cara memperoleh informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagiamana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.






Bab berikutnya

readmore

07/12/2009

UU KETENAGAKERJAAN BAB V

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB V HUBUNGAN KERJA

Pasal 10

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian antara pengusaha dan pekerja.


Pasal 11

  1. Perjanjian kerja dibuat secara lisan dan/atau tertulis.
  2. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12

  1. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
    1. kemauan bebas kedua belah pihak;
    2. kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak;
    3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan;
    4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak, yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dibatalkan.
  3. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak, yang bertentangan dengan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d batal demi hukum.

Pasal 13

Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 14

    Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan :
    1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    2. nama dan alamat pekerja;
    3. jabatan atau jenis pekerjaan;
    4. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja;
    5. besarnya upah dan cara pembayaran;
    6. tempat pekerjaan;
    7. mulai berlakunya perjanjian kerja;
    8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
    9. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
  1. Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, kesepakatan kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, pekerja dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Pasal 15

Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak.

Pasal 16

Perjanjian kerja dibuat:
  1. untuk waktu tertentu, bagi hubungan kerja yang dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu;
  2. untuk waktu tidak tertentu, bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi oleh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu.

Pasal 17

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis.

Pasal 18

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
  2. Dalam hal diisyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan yang diisyaratkan batal demi hukum.

Pasal 19

Jenis/sifat pekerjaan, jangka waktu berlakunya, syarat perpanjangan, dan syarat pembaharuan perjanjian kerja untuk waktu tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 20

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
  2. Selama masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah pekerjanya di bawah upah minimum yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 21

  1. Perjanjian kerja berakhir apabila :
    1. pekerja meninggal dunia;
    2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
    3. adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
    4. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja;
    5. dan
    6. keadaan memaksa.
  2. Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha dan/atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, dan hibah.
  3. Dalam hal pengusaha meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja.
  4. Dalam hal pekerja meninggal dunia, ahli waris pekerja berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama.

Pasal 22

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 23

  1. Dalam hal perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja secara lisan, maka pengusaha wajib membuat pengangkatan bagi pekerja yang bersangkutan.
  2. Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurang nya memuat keterangan :
    1. nama dan alamat pekerja;
    2. tanggal mulai bekerja;
    3. jenis pekerjaan;
    4. besarnya upah.







Bab berikutnya

readmore

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Bagian Kesatu Umum

Pasal 24


  1. Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa, yaitu pekerja, pengusaha, dan Pemerintah.
  2. Hubungan industrial dilaksanakan dalam wujud Hubungan Industrial Pancasila.

Pasal 25


  1. Hubungan Industrial Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis atas dasar kemitraan yang sejajar dan terpadu diantara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pancasila setiap pekerja diarahkan untuk mempunyai sikap merasa ikut memiliki serta mengembangkan sikap memelihara dan mempertahankan kelangsungan usaha.
  3. Dalam melaksanakan Hubungan Industrial Pancasila, setiap pengusaha mengembangkan sikap memperlakukan pekerja sebagai manusia atas dasar kemitraan yang sejajar sesuai dengan kodrat, harkat, martabat, dan harga diri, serta meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.

Pasal 26

Hubungan Industrial Pancasila dilaksanakan melalui sarana :
  1. serikat pekerja;
  2. organisasi pengusaha;
  3. lembaga kerjasama bipartit;
  4. lembaga kerjasama tripartit;
  5. peraturan perusahaan;
  6. kesepakatan kerja bersama;
  7. penyelesaian perselisihan industrial;
  8. dan
  9. penyuluhan dan pemasyaratan Hubungan Industrial Pancasila.





Bab berikutnya

readmore

06/12/2009

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN KEDUA SERIKAT PEKERJA

Pasal 27
  1. Setiap pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja.
  2. Serikat pekerja dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja secara demokratis.
  3. Serikat pekerja merupakan organisasi yang bersifat mandiri, demokratis, bebas, dan bertanggung jawab.

Pasal 28

Serikat pekerja pada perusahaan dibentuk secara demokratis melalui musyawarah para pekerja di perusahaan.

Pasal 29

  1. Serikat pekerja di tiap-tiap perusahaan dibentuk berdasarkan sektor usaha.
  2. Serikat pekerja sektor usaha sejenis pada perusahaan dapat membentuk dan/atau menjadi anggota gabungan serikat pekerja sektor.
  3. Gabungan serikat pekerja sektor membentuk dan/atau menjadi anggota gabungan serikat-serikat pekerja.

Pasal 30

Pengusaha dilarang menghalang-halangi pekerjanya untuk membentuk dan menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja pada perusahaan dan/atau untuk membentuk dan menjadi anggota gabungan serikat pekerja sesuai dengan sektor usaha.

Pasal 31
Pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau yang tugas dan fungsinya dapat menimbulkan pertentangan kepentingan antara pengusaha dan pekerja dan/atau posisinya mewakili kepentingan pengusaha tidak dapat menjadi pengurus serikat pekerja.

Pasal 32

Serikat pekerja berhak :
  1. melakukan perundingan dalam pembuatan kesepakatan kerja bersama;
  2. dan
  3. sebagai pihak dalam penyelesaian perselisihan industrial.

Pasal 33

  1. Serikat pekerja pada perusahaan dan gabungan serikat pekerja harus terdaftar pada Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan peerundang-undangan yang berlaku.
  2. Pemerintah menetapkan tata cara pendaftaran serikat pekerja dan gabungan serikat pekerja.

Pasal 34

Tanggal 20 Pebruari ditetapkan sebagai Hari Pekerja Indonesia.

Pasal 35

Ketentuan mengenai serikat pekerja diatur lebih lanjut dengan undang-undang.






Bab berikutnya

readmore

BAB VI BAG 3

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN KETIGA ORGANISASI PENGUSAHA

Pasal 36
  1. Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha yang khusus menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan Hubungan Indutrial Pancasila.
  2. Pembentukan organisasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.






Bab berikutnya

readmore

05/12/2009

BAB VI BAG 4

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN 4 LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT

Pasal 37


  1. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih membentuk lembaga kerjasama bipartit.
  2. Lembaga kerjasama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas dan berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah dalam memecahkan permasalahan-permasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja.
  3. Susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari pengusaha dan pekerja yang ditunjuk oleh pekerja untuk mewakili kepentingan pekerja atau serikat pekerja di perusahaan yang bersangkutan.
  4. Ketentuan mengenai lembaga kerjasama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Menteri.


Bab berikutnya

readmore

BAB VI BAG 5

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN 5 KELIMA LEMBAGA KERJASAMA TRIPARTIT

Pasal 38

  1. Lembaga kerjasama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak-pihat terkait dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila serta pemecahan masalah ketenagakerjaan.
  2. Lembaga kerjasama tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :
    1. lembaga kerjasama tripartit tingkat nasional;
    2. dan
    3. lembaga kerjasama tripartit daerah.
  3. Susunan keanggotaan lembaga kerjasama tripartit terdiri dari unsur Pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
  4. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, pokok, fungsi, dan tata kerja lembaga kerjasama tripartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

readmore

BAB VI BAG VI

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN VI PERATURAN PERUSAHAAN

Pasal 39

  1. Setiap perusahaan wajib memiliki peraturan perusahaan yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
  2. Kewajiban memiliki peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang telah memiliki kesepakatan kerja bersama.
  3. Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak naskah peraturan perusahaan diterima.
  4. Apabila waktu 60(enam puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka peraturan perusahaan tersebut dapat diberlakukan.

Pasal 40

Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.

Pasal 41

  1. Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja di perusahaan yang bersangkutan.
  2. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja maka wakil pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengurus serikat pekerja pada perusahaan yang bersangkutan.
  3. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja, maka wakil pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pekerja yang duduk dalam keanggotaan Lembaga Kerjasama Bipartit dan/atau yang ditunjuk oleh pekerja untuk mewakili kepentingan para pekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 42

  1. Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
    1. hak dan kewajiban pengusaha;
    2. hak dan kewajiban pekerja;
    3. syarat kerja;
    4. tata tertib perusahaan;
    5. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
  2. Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 43

Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 44

  1. Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja.
  2. Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 45

Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan peraturan perusahaan kepada pekerja perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 46

  1. Pengusaha dilarang mengganti kesepakatan kerja bersama dengan peraturan perusahaan, sepanjang di perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja.
  2. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja dan kesepakatan kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam kesepakatan kerja bersama.

Pasal 47

Ketentuan mengenai penahapan perusahaan yang wajib membuat peraturan perusahaan serta tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

readmore

BAB VI BAG 7

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN 7 KETUJUH KESEPAKATAN KERJA BERSAMA

Pasal 48

  1. Kesepakatan kerja bersama disusun oleh pengusaha dan serikat pekerja yang telah terdaftar.
  2. Penyusunan kesepakatan kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

Pasal 49

Kesepakatan kerja bersama hanya dapat dirundingkan dan disusun oleh serikat pekerja yang didukung oleh sebagian besar pekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 50

  1. Masa berlakunya kesepakatan kerja bersama paling lama 2(dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1(satu) kali untuk paling lama 1 (satu) tahun.
  2. Perpanjangan kesepakatan kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat pekerja.

Pasal 51

  1. Kesepakatan kerja bersama sekurang-kurangnya memuat ketentuan mengenai :
    1. hak dan kewajiban pengusaha;
    2. hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja;
    3. tata tertib perusahaan;
    4. jangka waktu berlakunya kesepakatan kerja bersama;
    5. tanggal mulai berlakunya kesepakatan kerja bersama;
    6. tanda tangan para pihak pembuat kesepakatan kerja bersama.
  2. Ketentuan dalam kesepakatan kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 52

  1. Dalam hal salah satu pihak ingin mengadakan perubahan sebagian isi kesepakatan kerja bersama, maka keinginan tersebut harus diajukan secara tertulis dengan alasan-alasannya.
  2. Perubahan kesepakatan kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama secara tertulis antara pengusaha dan serikat pekerja.
  3. Perubahan kesepakatan kerja bersama yang diperjanjikan oleh kedua belah pihak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesepakatan kerja bersama, yang sedang berlaku.

Pasal 53

Pengusaha dan serikat pekerja dan/atau pekerja berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan yang ada dalam kesepakatan kerja bersama.

Pasal 54

Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan serta perpanjangan dan perubahan kesepakatan kerja bersama diatur lebih lanjut oleh Menteri.

readmore

BAB VI BAG 8

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN 8 PENYELESAIAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL

Paragraf Kesatu Umum

Pasal 55
  1. Perselisihan industrial dapat terjadi antara pihak :
    1. pengusaha dan pekerja;
    2. pengusaha atau gabungan pengusaha dan serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja.
  2. Perselisihan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi perselisihan :
    1. pelaksanaan syarat-syarat kerja di perusahaan;
    2. pelaksanaan norma kerja di perusahaan;
    3. hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja;
    4. dan
    5. kondisi kerja di perusahaan.

Pasal 56
  1. Setiap perselisihan industrial diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
  2. Setiap pengusaha atau gabungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja bersama-sama melakukan upaya untuk mencapai penyelesaian perselisihan industrial melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.

Pasal 57
Dalam hal upaya yang dilakukan melalui perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak mencapai kesepakatan, pihak yang berselisih dapat menempuh jalan penyelesaian melalui jalur pengadilan atau jalur di luar pengadilan.

Pasal 58
Jalur di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, dapat ditempuh melalui arbitrasi atau meditasi.

Paragraf Kedua Arbitrasi

Pasal 59
  1. Penyelesaian perselisihan industrial oleh arbitrasi hanya dapat dilakukan atas dasar kehendak dan kesepakatan para pihak yang berselisih.
  2. Kehendak dan kesepakatan para pihak yang berselisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian.
  3. Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya memuat keterangan :
    1. nama dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
    2. pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrasi untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
    3. nama dan alamat arbiter anggota sidang arbitrasi yang ditunjuk;
    4. pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrasi;
    5. pernyataan penyerahan sepenuhnya kepada arbiter untuk menentukan proses atau tata cara kerja arbitrasi dalam penyelesaian tugasnya;
    6. tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.

Pasal 60
Penunjukan arbiter anggota sidang arbitrasi dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih.

Pasal 61
Surat perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan setelah dimulainya sidang arbitrasi.

Pasal 62
Keputusan arbitrasi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan keputusan yang bersifat akhir dan tetap.

Pasal 63
  1. Keputusan arbitrasi memuat :
    1. kepala keputusan yang berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA":
    2. hal-hal yang termuat dalam surat perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang berselisih;
    3. ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang berselisih;
    4. pertimbangan yang menjadi keputusan;
    5. dan
    6. pokok putusan
  2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi keterangan tentang tempat keputusan diambil, tanggal, nama, dan ditandatangani oleh arbiter anggota sidang arbitrasi.

Pasal 64
Pengambilan keputusan oleh sidang arbitrasi dilaksanakan berdasarkan hukum, keadilan, kebiasaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 65
Ketentuan mengenai persyaratan untuk menjadi arbiter, tata cara penunjukkan arbiter, dan biaya arbitrasi diatur oleh Menteri.

Paragraf Ketiga Mediasi

Pasal 66
  1. Apabila para pihak yang berselisih tidak berkehendak dan bersepakat untuk menyelesaikan perselisihannya melalui arbitrasi, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui mediasi.
  2. Penyelesaian perselisihan industrial melalui mediasi dilakukan atas dasar permintaan salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih.

Pasal 67
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66ayat (2) disampaikan secara tertulis kepada pegawai perantara yang bertindak sebagai mediator.

Pasal 68
  1. Mediator melakukan sidang mediasi dan menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan industrial.
  2. Penyelesaian perselisihan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk anjuran tertulis.

Pasal 69
  1. Apabila perselisihan industrial dapat diselesaikan melalui mediasi, mediator membuat persetujuan bersama yang ditandatangani oleh mediator dan para pihak yang berselisih.
  2. Para pihak yang berselisih tunduk dan melaksanakan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 70
Ketentuan mengenai persyaratan untuk menjadi mediator, pengangkatan mediator, dan tata kerja mediasi ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf Keempat Lembaga Penyelesaian Perselisihan Industrial

Pasal 71
Apabila perselisihan industrial tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, mediator dengan memberitahukan kepada para pihak yang berselisih, segera melimpahkan perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan industrial.

Pasal 72
Lembaga penyelesaian perselisihan industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, bertugas menyelesaikan perselisihan industrial.

Pasal 73
  1. Sebelum terbentuk lembaga penyelesaian perselisihan industrial sebagaimana dimaksud dalam pasal 72, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Ketentuan mengenai lembaga penyelesaian perselisihan industrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan diatur dengan undang-undang.

Paragraf Kelima Mogok Kerja

Pasal 74
Setiap pekerja berhak untuk mogok kerja.

Pasal 75
Mogok kerja dilakukan apabila perselisihan industrial tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pihak yang berselisih dan/atau tidak dapat diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan industrial.

Pasal 76
Mogok kerja hanya dapat dilakukan di perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 77
  1. Dalam hal mogok kerja dilakukan dengan alasan pengusaha tidak melaksanakan ketentuan yang bersifat normatif yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama, pengusaha wajib membayar upah selama pekerja mogok kerja sampai pengusaha melaksanakan kewajibannya.
  2. Dalam hal mogok kerja dilakukan dengan alasan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha tidak diwajibkan membayar upah selama pekerja mogok kerja.

Pasal 78
  1. Mogok kerja hanya dapat dilakukan setelah wakil pekerja/serikat pekerja/gabungan serikat pekerja yang akan melakukan mogok kerja memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pengusaha dan instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditandatangani oleh epngurus serikat pekerja atau wakil pekerja yang akan melakukan mogok kerja.
  3. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya harus sudah diterima oleh pihak yang diberitahu dalam waktu 7(tujuh) kali 24 (dua puluh empat) jam sebelum dilakukan mogok kerja.

Pasal 79
  1. Mogok kerja dilakukan dengan tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum, dan/atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan atau milik masyarakat.
  2. Pengusaha dilarang melakukan tindakan yang bersifat pembalasan jika mogok kerja dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

Pasal 80
Ketentuan mengenai tata cara mogok kerja diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Paragraf Keenam Penutupan Perusahaan (Lock-Out)

Pasal 81
Setiap pengusaha berhak untuk melakukan penutupan perusahaan (lock-out).

Pasal 82
Penutupan perusahaan (lock-out) dilakukan apabila perselisihan industrial tidak dapat diselesaikan sendiri oleh pihak yang berselisih dan/atau tidak dapat diselesaikan melalui penyelesaian perselisihan industrial.

Pasal 83
  1. Penutupan perusahaan (lock-out) hanya dapat dilakukan setelah pengusaha yang akan melakukan penutupan perusahaan (lock-out) memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada serikat pekerja dan/atau wakil pekerja dan instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha yang akan melakukan penutupan perusahaan (lock-out).
  3. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus sudah diterima oleh pihak yang diberitahu dalam waktu 14 (empat belas) kali 24 (dua puluh empat) jam sebelum dilakukannya penutupan perusahaan (lock-out).

Pasal 84
Ketentuan mengenai tata cara penutupan perusahaan (lock-out) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf Ketujuh Pemutusan Hubungan Kerja

Pasal 85
Pengusaha, pekerja, dan/atau serikat pekerja harus melakukan upaya untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja.

Pasal 86
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya dalam hal :
  1. pekerja berhalangan masuk kantor karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
  2. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
  4. pekerja menikah, hamil, melahirkan, atau gugur kandungan;
  5. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam kesepakatan kerja bersama atau peraturan perusahaan;
  6. dan
  7. pekerja mendirikan, menjadi anggota, dan/atau menjadi pengurus serikat pekerja.

Pasal 87
Apabila setelah diadakan segala upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, pengusaha harus memusyawarahkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan serikat pekerja atau dengan pekerja yang bersangkutan dalam hal pekerja tidak menjadi anggota serikat pekerja.

Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemutusan hubungan kerja dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

readmore

04/12/2009

BAB VI BAG 9

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VI BAGIAN 9 PENYULUHAN DAN PEMASYARAKATAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

Pasal 89

Pemerintah melakukan penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila. Pasal 90 Penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila bertujuan :
  1. meningkatkan kualitas pemahaman tentang Hubungan Industrial Pancasila pada khususnya dan masalah ketenagakerjaan pada umumnya bagi para pelaku proses produksi;
  2. membentuk dan meningkatkan kemitraan yang sejajar diantara para pelaku proses produksi yang serasi, selaras, dan seimbang menuju terciptanya ketenangan industrial yang berkeadilan, kelangsungan usaha, serta kemajuan ekonomi.

Pasal 91

Sasaran penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila adalah pengusaha, para pekerja, aparat pemerintah, serta masyarakat lainnya yang berkepentingan.

Pasal 92

Penyuluhan dan pemasyarakatan Hubungan Industrial Pancasila mencakup :
  1. latar belakang,falsafah, dan prinsip-prinsip Hubungan Industrial Pancasila;
  2. sarana-sarana pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila;
  3. masalah-masalah khusus Hubungan Industrial Pancasila;
  4. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan;
  5. dan
  6. hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan industrial pada umumnya.

Pasal 93

Penyelenggaraan penyuluhan dan pemasyaratan Hubungan Industrial Pancasila dilakukan oleh Pemerintah, organisasi pekerja, dan organisasi pengusaha serta lembaga-lembaga lainnya.

Pasal 94

Ketentuan mengenai kurikulum, metode, persyaratan penyelenggaraan, penyuluhan, dan pemasyaratan Hubungan Industrial Pancasila diatur lebih lanjut oleh Menteri.

readmore

BAB VII BAG 1

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VII PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN


Bagian Kesatu Perlindungan Pasal 95

  1. Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
  2. Tidak dianggap sebagai mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila :
    1. pekerjaan yang dilakukan semata-mata oleh anggota satu keluarga yang sama;
    2. pekerjaan untuk keperluan rumah dan halaman, sepanjang dilakukan oleh anggota keluarga secara gotong royong menurut kebiasaan setempat;
    3. pekerjaan yang dilakukan oleh siswa sekolah teknik dan kejuruan untuk umum yang diawasi oleh Pemerintah;
    4. pekerjaan di rumah penampungan baik milik Pemerintah maupun swasta, usaha-usaha sosial atau yayasan, dan Balai Pemasyarakatan Anak.

Pasal 96

  1. Larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 tidak berlaku bagi anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja.
  2. Bagi pengusaha yang mempekerjakan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan.
  3. Perlindungan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
    1. tidak mempekerjakan anak lebih dari 4 (empat) jam sehari;
    2. tidak mempekerjakan anak antara pukul 18.00sampai pukul 06.00;
    3. memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebanding dengan jam kerjanya;
    4. tidak mempekerjakan anak dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air;
    5. tidak mempekerjakan anak pada tempat-tempat dan/atau menjalankan pekerjaan yang sifat pekerjaannya dapat membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatan kerjanya;
    6. tidak mempekerjakan anak di pabrik di dalam ruangan tertutup yang menggunakan alat bermesin;
    7. tidak mempekerjakan anak pada pekerjaan konstruksi jalan, jembatan, bangunan air, dan bangunan gedung;
    8. dan
    9. tidak mempekerjakan anak pada pemuatan, pembongkaran, dan pemindahan barang di pelabuhan, dermaga, galangan kapal, stasiun, tempat pemberhentian dan pembongkaran muatan, serta di tempat penyimpanan barang atau gudang.
  4. Ketentuan mengenai pekerjaan yang berbahaya lainnya dan tata cara mempekerjakan anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 97

  1. Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang muda untuk melakukan pekerjaan :
    1. di dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air ;
    2. pada tempat-tempat kerja tertentu yang dapat membahayakan kesusilaan, keselamatan, dan kesehatan kerja;
    3. pada waktu tertentu malam hari.
  2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal orang muda :
    1. mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja;
    2. melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya sewaktu-waktu harus turun di bagian-bagian tambangdan lubang di dalam permukaan tanah.
  3. Ketentuan mengenai larangan orang muda yang bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan ketentuan mengenai waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang berhubungan dengan jenis pekerjaan, akan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 98

  1. Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan wanita untuk melakukan pekerjaan :
    1. di dalam tambang bawah tanah, lubang di bawah permukaan tanah, tempat mengambil mineral logam dan bahan-bahan galian lainnya dalam lubang atau terowongan di bawah tanah termasuk dalam air;
    2. pada tempat kerja yang dapat membahayakan keselamatan, kesehatan, kesusilaan, dan yang tidak sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabat pekerja wanita;
    3. pada waktu tertentu malam hari.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal :
    1. mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja;
    2. melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya sewaktu-waktu harus turun di bagian-bagian tambang bawah tanah;
    3. melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kepentingan dan kesejahteraan umum.
  3. Dalam hal jenis dan tempat pekerjan mengharuskan dilakukan pada malam hari, maka pengusaha diwajibkan memperoleh izin.
  4. Jenis, tempat pekerjaan, persyaratan, dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
  5. Ketentuan mengenai tempat kerja yang membahayakan keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan, serta pekerjaan yang tidak sesuai dengan kodrat,harkat, dan martabat, dan bekerja pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan kepentingan dan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 99

Untuk melindungi keselamatan dan kesehatan, pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja wanita yang sedang hamil dan/atau sedang menyusui pada waktu tertentu malam hari.

Pasal 100

  1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja bagi pekerja yang dipekerjakan.
  2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    1. waktu kerja siang hari :
    2. a.1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau a.2. 8 (delapan) jam 1(satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
    3. waktu kerja malam hari :

    b.1. 6 (enam) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

    b.2. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 35 (tiga puluh lima) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  3. Dalam hal pengusaha mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengusaha wajib membayar upah waktu kerja lembur kepada pekerjanya.
  4. Waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan paling banyak :
    1. 3 (tiga) jam dalam 1(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu;
    2. 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari waktu kerja siang hari untuk melakukan pekerjaan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi yang ditetapkan;
    3. atau
    4. 7 (tujuh) jam dalam 1 (satu) hari waktu kerja malam hari untuk melakukan pekerjaan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi yang ditetapkan.

Pasal 101

Ketentuan mengenai mempekerjakan pekerja wanita yang sedang hamil dan/atau sedang menyusui pada waktu tertentu malam hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dan mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dan ayat (4) serta waktu kerja pada sektor-sektor usaha tertentu, diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 102

  1. Setiap pekerja berhak untuk mendapatkan waktu istirahat kerja.
  2. Waktu istirahat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
    1. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
    2. istirahat mingguan, sekurang-kurangnya 1(satu) hari untuk 6(enam) hari kerja dalam 1(satu) minggu atau 2(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
    3. istirahat tahunan, sekurang-kurangnya 12(dua belas) hari kerja untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 10 (sepuluh) hari kerja untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu, setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus:
    4. istirahat sepatutnya untuk menjalankan kewajiban/menunaikan ibadah menurut agamanya.
  3. Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c pelaksanaannya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha.
  4. Ketentuan mengenai istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 103

  1. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 setiap pekerja berhak untuk mendapatkan istirahat panjang paling lama 3(tiga) bulan setelah bekerja secara terus menerus selama 6 (enam) tahun di suatu perusahaan atau kelompok perusahaan yang mampu.
  2. Ketentuan mengenai perusahaan yang mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 104

  1. Pekerja wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid.
  2. Pekerja wanita yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan bayinya pada jam kerja.
  3. Pekerja wanita harus diberi istirahat selama satu bulan sebelum saatnya menurut perhitungan dokter/bidan melahirkan anak dan dua bulan sesudah melahirkan.
  4. Pekerja wanita yang mengalami gugur kandungan diberi istirahat selama satu setengah bulan.
  5. Waktu istirahat sebelum saat pekerja wanita menurut perhitungan dokter/bidan melahirkan anak, dapat diperpanjang sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan, jika dalam suatu keterangan dokter dinyatakan bahwa dalam hal itu perlu untuk menjaga kesehatannya.
  6. Ketentuan mengenai pelaksanaan waktu istirahat bagi pekerja wanita sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 105

  1. Pengusaha harus menyediakan fasilitas bagi pekerja wanita di lingkungan perusahaan untuk menyusukan bayinya.
  2. Ketentuan mengenai fasilitas menyusui bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 106

Setiap pekerja yang menjalankan haknya untuk melaksanakan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (2) huruf b dan huruf c. Pasal 103 ayat (1), dan Pasal 104, berhak mendapat upah penuh.

Pasal 107

  1. Setiap pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja pada hari-hari libur resmi.
  2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerjanya untuk melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus.
  3. Setiap pekerja yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak mendapatkan upah lembur.
  4. Ketentuan mengenai jenis, sifat, kriteria pekerjaan, dan pengaturan kerja bagi pekerja dan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 108

  1. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
    1. keselamatan dan kesehatan kerja;
    2. moral dan kesusilaan;
    3. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
  2. Untuk melindungi kesehatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya kesehatan kerja.
  3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

readmore

BAB VII BAG 2

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VII BAGIAN 2 PENGUPAHAN

Pasal 109

  1. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
  2. Untuk mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menetapkan perlindungan pengupahan bagi pekerja.
  3. Perwujudan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah menetapkan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup layak.

Pasal 112

  1. Ketentuan mengenai penghasilan yang layak dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6), serta pengaturan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
  2. Tata cara penetapan, jenis komponen, dan ketentuan mengenai besarnya upah minimum ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 113

  1. Upah di atas upah minimum ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
  2. Dalam penetapan upah, pengusaha dilarang melakukan diskriminasi atas dasar apapun untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Pasal 114

  1. Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan; c. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; d. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; e. pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami pengusaha; f. pekerja melaksanakan hak istirahat dan cuti; g. pekerja melaksanakan tugas organisasi pekerja atas persetujuan pengusaha.
  3. Ketentuan mengenai kriteria, tata cara, dan besarnya pembayaran upah pekerja karena berhalangan melakukan pekerjaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 115

  1. Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengupahan oleh Pemerintah, dibentuk Dewan Pengupahan tingkat Nasional dan Daerah.
  2. Anggota Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari wakil pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan pakar.
  3. Anggota Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan anggota Dewan Pengupahan tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
  4. Tata cara pembentukan dan pengangkatananggota, tugas, dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana diamksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

readmore

BAB VII BAG 3

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VII BAGIAN 3 KETIGA KESEJAHTERAAN

Pasal 116

  1. Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya, pengusaha menyediakan fasilitas kesejahteraan.
  2. Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja dan kemampuan perusahaan.
  3. Dengan memperhatikan kemampuan perusahaan, Pemerintah dapat mewajibkan pengusaha untuk menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya.
  4. Ketentuan mengenai fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 117

  1. Setiap tenaga kerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  2. Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 118

  1. Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dibentuk koperasi pekerja di perusahaan.
  2. Pemerintah dan pengusaha mendorong pembentukan dan menumbuhkembangkan koperasi pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Pembentukan koperasi sebagimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  4. Pemberian dorongan pembentukan dan menumbuhkembangkan koperasi pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

readmore

03/12/2009

BAB VIII

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB VIII PELATIHAN KERJA

Pasal 119

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.

Pasal 120

  1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
  2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kualifikasi keterampilan atau keahlian.
  3. Pelatihan kerja dilakukan secara berjenjang.

Pasal 121

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan keterampilan dan/atau keahlian kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Pasal 122

  1. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
  2. Pengusaha bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada pekerjanya untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan keterampilan dan/atau keahlian kerja melalui pelatihan kerja.

Pasal 123

Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah, swasta, dan perusahaan yang dilaksanakan di tempat kerja dan tempat pelatihan kerja.

Pasal 124

  1. Pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja swasta wajib memperoleh izin Menteri.
  2. Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga pelatihan kerja swasta harus berbentuk badan hukum Indonesia dan mengikuti tata cara perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Tata cara perizinan penyelenggaraan pelatihan kerja oleh lembaga pelatihan kerja swasta ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 125

Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
  1. tersedianya tenaga kepelatihan;
  2. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja;
  3. kurikulum;
  4. akreditasi;
  5. sarana dan prasarana pelatihan kerja.

Pasal 126

  1. Pemerintah dapat menghentikan pelaksanaan penyelenggaraaan pelatihan kerja, apabila di dalam pelaksanaannya ternyata : a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 119; b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
  2. Penghentian pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengakibatkan dicabutnya izin penyelenggaraan pelatihan kerja.

Pasal 127

  1. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kualifikasi keterampilan dan/atau keahlian kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan Pemerintah, atau swasta, atau perusahaan.
  2. Pengakuan kualifikasi keterampilan atau keahlian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 91), dilakukan melalui sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.
  3. Sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diikuti oleh tenaga kerja yang berpengalaman kerja.
  4. Untuk melaksanakan sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja dibentuk lembaga sertifikasi berdasarkan profesi yang unsurnya terdiri dari Pemerintah, asosiasi profesi, asosiasi perusahaan, serikat pekerja, dan pakar di bidangnya.

Pasal 128

Pelatihan kerja yang pesertanya terdapat tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan.

Pasal 129

Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan sistem pelatihan kerja nasional.

Pasal 130

Pemerintah melakukan pembinaan program dan informasi pelatihan kerja, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta, maupun perusahaan.

Pasal 131

  1. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada pasar kerja dan dunia usaha, pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
  2. Pemagangan dimaksudkan untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja tenaga kerja dengan bekerja secara langsung dalam proses produksi barang atau jasa di perusahaan.

Pasal 132

  1. Pemagangan diwajibkan diselanggarakan berdasarkan program pemagangan yang disusun berdasarkan persyaratan dan kualifikasi jabatan.
  2. Program pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan jenjang jabatan dalam perusahaan.

Pasal 133

  1. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dan pengusaha.
  2. Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat ketentuan hak serta kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
  3. Pemagangan yang diselenggarakan tidak melalui perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dianggap tidak sah dan status peserta dianggap sebagai pekerja perusahaan.

Pasal 134

Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi keterampilan atau keahlian kerja dari perusahaan atau Pemerintah.

Pasal 135

Pemagangan dapat dilaksanakan di perusahaan sendiri maupun bekerjasama dengan tempat penyelenggaraan pelatihan kerja atau perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.

Pasal 136

  1. Pemagangan yang dilaksanakan di luar wilayah Indonesia harus mendapat izin dari Menteri.
  2. Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 137

  1. Penyelenggaraan pemagangan ke luar wilayah Indonesia wajib memperhatikan : a. harkat dan martabat bangsa Indonesia; b. penguasaan keterampilan dan keahlian yang lebih tinggi; c. perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan.
  2. Pemerinatah dapat menghentikan pelaksanaan pemagangan ke luar wilayah Indonesia apabila di dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai dengan ketentuan tersebut pada ayat (1).

Pasal 138

  1. Pemerintah dapat mewajibkan kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melaksanakan pelatihan kerja pemagangan.
  2. Dalam menetapkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah harus memperhatikan kepentingan perusahaan.

Pasal 139

  1. Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pelatihan kerja dan pemagangan dibentuk Dewan Pelatihan Kerja Nasional yang terdiri dari unsur Tripartit yang diperluas.
  2. Anggota Dewan Pelatihan Kerja Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 140

  1. Pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan pemagangan dalam rangka meningkatkan produktivitas.
  2. Peningkatan produktivitas sebagaimana dimaksud pada yat (1), dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional.

Pasal 142

Ketentuan mengenai :
  1. tata cara penetapan standar kualifikasi keterampilan atau keahlian kerja;
  2. organisasi, tata kerja, dan akreditasi lembaga sertifikasi keterampilan atau keahlian kerja;
  3. bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja nasional;
  4. persyaratan perusahaan yang diwajibkan melaksanakan pemagangan.;
  5. organisasi dan tata kerja Dewan Pelatihan kerja Nasional;
  6. organisasi dan tata kerja lembaga produktivitas nasional;
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

readmore

BAB IX

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN BAB IX PELAYANAN PENEMPATAN TENAGA KERJA


Pasal 143

  1. Pelayanan penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat sesuai dengan keterampilan, keahlian, dan kemampuan.
  2. Pelayanan penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kodrat, harkat, martabat, perlindungan, dan kesejahteraan tenaga kerja tanpa diskriminasi.

Pasal144

Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pelayanan penempatan tenaga kerja di dalam dan/atau di luar wilayah Indonesia.

Pasal 145

Pelayanan penempatan tenaga kerja dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

Pasal 146

  1. Pelayanan penempatan tenaga kerja yang diselenggarakan oleh masyarakat hanya dapat dilakukan atas dasar izin Menteri.
  2. Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pelayanan penempatan tenaga kerja oleh masyarakat harusberbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Tata cara perizinan penyelenggaraan pelayanan penempatan tenaga kerja oleh masyarakat ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 147

    Penyelenggara pelayanan penempatan tenaga kerja oleh masyarakat wajib memenuhi persyaratan :
    1. adanya tenaga kerja yang akan ditempatkan;
    2. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelayanan penempatan tenaga kerja;
    3. jaminan perlindungan bagi tenaga kerja yang ditempatkan;
    4. informasi pasar kerja bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan;
    5. tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan.
  1. Jaminan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :
    1. perjanjian penempatan secara tertulis antara penyelenggara dan pengguna tenaga kerja;
    2. perjanjian penempatan secara tertulis antara penyelenggara dan tenaga kerja;
    3. perjanjian kerja secara tertulis antara pengguna dan tenaga kerja;
    4. perlindungan keselamatandan kesehatan kerja serta kesejahteraan tenaga kerja mulai keberangkatan dari daerah asal, selama bekerja, sampai dengan kembali ke daerah asal.

Pasal 148

  1. Pemerintah dapat menghentikan pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan penempatan tenaga kerja apabila di dalam pelaksanaannya ternyata :
    1. tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143;
    2. tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147;
  2. Penghentian pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengakibatkan dicabutnya izin penyelenggara pelayanan penempatan tenaga kerja.

Pasal 149

Penyelenggara pelayanan penempatan tenaga kerja dapat menetapkan standar dan/atau persyaratan kualifikasi bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan sesuai dengan persyaratan jabatan yang akan ditempati.

Pasal 150

  1. Penyelenggara pelayanan penempatan tenaga kerja ke luar wilayah Indonesia harus memiliki rencana penempatan tenaga kerja yang disahkan oleh Menteri.
  2. Rencana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang :
    1. negara tujuan;
    2. jumlah tenaga kerja yang akan ditempatkan;
    3. jenis jabatan;
    4. kualifikasi keterampilan dan keahlian.

Pasal 151

Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara perizinan, hak, kewajiban, dan pelaporan penyelenggara oleh masyarakat serta persyaratan tenaga kerja dalam pelayanan penempatan tenaga kerja di dalam dan/atau di luar wilayah Indonesia, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

readmore
 
Halaman Muka | Tentang | Kontak | Sitemap | 2008- © kakangsung All Rights Reserved